Paleolitikum adalah zaman dimana manusia belum mengenal tulisan pada masa lampau, atau dapat juga dikatakan masa ketika alat-alat yang dipergunakan terbuat dari batu yang masih kasar cara pembuatannya. Bahkan dapat dikatakan bahwa alat alat tersebut tidak mengalami sentuhan tangan manusia terlalu banyak. Alat-alat tersebut dibuat hampir tanpa mengubah bentuk aslinya. Hal ini wajar karena teknologi yang dikuasai manusia pada waktu itu masih sangat sederhana.
Pada masa ini terdapat dua kebudayaan yang ditemukan di sekitar daerah Pacitan dan Ngandong. Maka menurut kedua tempat penemuan itu, kebudayaan Paleolitikum dibagi atas :
a. Kebudayaan Pacitan
b. Kebudayaan Ngandong
2.1.1 Kebudayaan Pacitan
Hasil-hasil kebudayaan yang paling tua di Indonesia salah satunya ditemukan di sekitar daerah Pacitan yang kemudian menghasilkan suatu kebudayaan yaitu kebudayaan Pacitan.
Pada tahun 1935 G.H.R Von Koeningswald menemukan alat-alat batu di daerah Punung (Kabupaten Pacitan), di dasar Kali Baksoko. Alat-alat tersebut bercorak kasar dan sederhana teknik pembuatannya, dan masih belum banyak ragamnya. Alat yang paling banyak dipergunakan ialah sejenis kapak. Oleh Movius dikatakan bahwa temuan di Punung merupakan suatu corak perkembangan kapak perimbas di Asia Tenggara. Tradisi kapak perimbas yang di temukan di Punung ini kemudian terkenal dengan nama Budaya Pacitan dan di pandang sebagai tingkat perkembangan budaya batu yang terawal di Indonesia.
Bersdasarakan pengamatan terhadap temuan-temuan yang terbesar di berbagai daerah, Movius mengemukakan pendapatnya bahwa di Asia Tenggara dan Asia timur berkembang suatu corak budaya paleolitik yang berbeda dengan corak yang berkembang di daerah-daerah sebelah barat, khusunya mengenai bentuk dan teknik pembuatan alat-alat batunya. Teknik pembuatan di Asia Tenggara dan Timur pada umumnya “monofasial atau unfasial“ yaitu pemangkasan alat-alat batu yang dilakukan pada salah satu permukaan saja. Kompleks budaya batu yang bercorak khusus ini disebut kompleks kapak perimbas ( Movius menggunakan istilah “Chopper-Chopping-tool Complex ).
2.1.2 Kebudayaan Ngandong
Sekitar daerah Ngandong dan Sidorejo (dekat Ngawi, Madiun) ditemukan bayak alat-alat dari tulang disamping kapak-kapak genggam dari batu. Ada diantaranya yang dibuat dari tulang binatang menjadi semacam alat penusuk atau belati, ada yang dari tanduk rusa. Rupanya alat-alat itu digunakan untuk mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah selain itu juga terdapat alat-alat seperti ujung tombak dengan gerigi pada sisinya, yang mungkin dipergunakan untuk menangkap ikan (seperti harpun).
Alat-alat kebudayaan Ngandong juga ditemukan di dekat Sangiran. Alat-alatnya kecil, yang biasa dinamakan “flakes”, dan sebagian dibuat dari batu indah seperti, chalcedon. Selain itu di Cabenge (Sulawesi Selatan) ditemukan banyak flakes.
2.2 KARAKTERISTIK CHOPPER CHOPPING-TOOLS COMPLEX
Di antara perkakas-perkakas batu hasil kebudayaan Pacitan pada masa Paleolitikum yang menonjol di Indonesia ialah complex kapak perimbas (chopper chopping-tool complex) yakni sejenis kapak yang berkembang dan berbentuk masif. Teknik pembuatannya pada umumnya masih kasar dan tidak mengalami perubahan dalam waktu yang panjang. Tajamnya yang berbentuk cembung (konveks) atau kadang-kadang lurus diperoleh melalui pemangkasan pada salah satu sisi pinggiran batu, kulit batu masih melekat pada sebagian besar permukaan batunya. Perkembangannya di Indonesia dimulai kira-kira pada tingkat akhir Pleistosen Tengah sampai kira-kira permulaan Holosen.
Tradisi kapak perimbas di Indonesia mempunyai persebaran yang luas dan khusus berkembang di tempat-tempat yang banyak mengandung bahan batuan yang sesuai untuk pembuatan perkakas-perkakas batu. Perhatian terhadap kapak-kapak batu Paleolitik di indonesia mulai meluas sesudah PD II, salah satunya di Jawa. Tempat penemuan yang terkenal terletak di Punung yang merupakan daerah terkaya akan kapak perimbas dan hingga sekarang merupakan tempat penemuan terpenting di Indonesia. Lokasi ini berada di daerah Gunung Sewu yang terdiri atas batu gamping dengan beribu bukit berbentuk Sinoid. Celah-celah dan lembah-lembah di antara bukit-bukit tersebut terisi terarrosa (tanah merah) endapan-endapan vulkanik.
Selain kapak perimbas, di daerah Pacitan juga ditemukan alat-alat lain seperti kapak penetak, kapak genggam, alat-alat serpih dan lainnya. Perkakas-perkakas batu yang ditemukan di daerah penyebaran kompleks kapak perimbas Asia Tenggara dan Asia Timur, oleh Movius digolongkan kedalam beberapa jenis utama, yang masing-masing mempunyai ciri-ciri tertentu. Jenis-jenis tersebut disebut kapak perimbas, yang bentuk kecilnya disebut serut genggam, kapak penetak, pahat genggam, dan kapak genggam awal (Movius 1948, hlm. 349-350). Alat-alat tersebut disiapkan dengan tehnik pemangkasan sederhana secara langsung dari batu kerakal atau dari pecahan batu yang diperoleh dari batu-batu besar.
Ciri-ciri umum pada perkakas-perkakas batu sebagai hasil penggolongan movius dijelaskan sebagai berikut :
1. Kapak perimbas : tajamnya yang berbentuk konveks (cembung) atau kadang-kadang lurus diperoleh melalui pemangkasan pada salah satu sisi pinggiran batu. Kulit batu masih melekat pada sebagian besar permukaan batunya (gambar 2.2.1).
2. Kapak penetak : alat ini disiapkan dari segumpal batu yang tajamnya dibentuk liku-liku melelui penyerpihan yang dilakukan selang-seling pada 2 sisi pinggiran (gambar2.2.2)
3. Pahat genggam : bentuk alat ini mendekati bujur sangkar atau persegi 4 panjang. Tajamnya disiapkan melalui penyerpihan terjal pada permukaan atas yang menuju pinggiran batu.
4. Kapak genggam awal : pemangkasan dilakukan pada satu permukaan batu untuk memperoleh tajaman. Bentuk alat ini meruncing dan kulit batu masih melekat pada pangkal alatnya sebagai tempat berpegang. Pada umumnya alat ini disiapkan dari sebuah serpih besar (gambar 2.2.3).
Selain 4 jenis utama ini, ada pula jenis kapak genggam yang memperlihatkan penyerpihan secara kasar pada kedua belah permukaannya. Jenis-jenis alat tersebut memperlihatkan bentuk-bentuk variasinya sendiri pada kelompok-kelompok lokal budaya kapak perimbas. Alat-alat yang merupakan unsur penting pula dalam kompleks kapak perimbas adalah alat-alat serpih. Bentuk alat-alat serpih tergolong sederhana (tipe serpih clacton) dengan kerucut pukul (striking platform) yang lebar dan rata. Alat-alat ini digunakan secara langsung tanpa penyiapan bentuk terlebih dahulu.
Pengamatan yang telah dilakukan oleh tim Movius di lembah Kali Baksoko (Kabupaten Pacitan) menetapkan adanya tiga susunan undak-undak sungai, yang sisa-sisanya masih tampak di beberapa tempat saja (Movius 1948, hlm. 352). Undak terendah (T3), yang berada kira-kira 1,50-2 m di atas permmukaan sungai, terutama mengandung tanah lempung. Undak kedua (T2), kira-kira pada ketinggian 10 m, tersusun dari batu-batu kerikil dan lempung berwarna merah dengan lapisan dasar batu-batu kerakal. Undak tertinggi (T1), pada ketinggian kira-kira 16-20 m, tersusun dari sisa-sisa kerakal yang telah aus bercampur lempung merah.
Undak-undak sungai dilembah Kali Baksoko telah khusus diperhatikan dalam studi tentang perkembangan alat-alat Pacitanan. Heekeren termasuk salah seorang yang menggiatkan pengamatan terhadap undak-undak sungai di saerah punung. Ia berkesimpulan bahwa di lembah-lembah Kali Baksoko, Kali Gede, dan Kali Sunglon, terdapat 4 undak sungai (atau 4 tingkat ketinggian) yang mengandung alat-alat Pacitanan. Tingkat ketinggian antara 15-20 m dianggapnya sangat penting karena mengandung jenis-jenis alat yang tertua.
Kapak perimbas Budaya Pacitan oleh Heekeren dibagi dalam beberapa jenis atas dasar ciri-ciri tertentu lainnya di luar ciri-ciri pokok yang sudah di tentukan sebagai landasan penggolongan Movius. Jenis-jenis kapak perimbas yang melengkapi penggolongan itu dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Tipe setrika (iron-heater chpper) berciri : berbentuk panjang menyerupai setrika, berpenampang lintang plano-konveks, dan memperlihatlkan penyerpihan yang memanjang dan tegas.
2. Tipe kura-kura (tortoise chopper) berciri : beralas membulat dengan permukaan atas yang cembung dan meninggi.
3. Tipe serut samping (slide scraper) berciri : berbentuk tidak teratur dan tampak tegap, tajamnya dibuat pada sebelah sisi.
Selain kompleks kapak perimbas, juga didapatkan kapak genggam dan juga alat-alat serpih. Kapak perimbas adalah jenis alat yang banyak ditemukan dan juga merupakan jenis alat kedua yang tergolong penting pada Budaya Pacitan. Yang menarik adalah jenis kapak genggam tersebut, yang merupakan unsur pokok budaya Paleolitik di luar Asia Tenggara dan Asia Timur, ditemukan pula di daerah Punung, bahkan menduduki tempat ketiga dalam urutan jumlah alat-alat masif Budaya Pacitan. Pada umumnya kapak-kapak genggam ini dipahat kasar secara memanjang, yaitu suatu teknik yang umum pada budaya kapak perimbas, tetapi ada juga beberapa buah yang diserpih dengan teliti dan dibentuk teratur (lonjong, bundar) yang ditemukan baik di lembah Baksoko maupun di daerah Tabuhan.
Kapak-kapak genggam di daerah Punung ditemukan di undak-undak sungai tertinggi Kali Baksoko sampai di dasar-dasar sungai di tempat-tempat penemuan lainnya. Kehadiran kapak-kapak genggam dalam jumlah yang mencolok, diantaranya terdapat bentuk-bentuk yang maju, merupakan salah satu sifat yang khas bagi Budaya Pacitan.
Suatu kenyataan yang patut diperhatikan ialah bahwa di tiap-tiap tempat penemuan di daerah Punung, jumlah alat serpihnya selalu mengatasi jumlah keseluruhan jenis alat-alat lainnya. Budaya Pacitan dalam kenyataan mengandung lebih dari 50% alat-alat serpih.
Dalam konteks perkembangan alat-alat batu tingkat plestosen di Indonesia dan di daerah-daerah sekitarnya di Asia Tenggara, alat-alat serpih acap kali ditemukan bersama-sama dengan kapak perimbas atau alat batu masif lainnya. Di beberapa tempat alat serpih merupakan unsur dominan dan kadang-kadang alat ini merupakan unsur pokoknya. Tempat-tempat penting di Indonesia yang mengandung alat-alat serpih dalam jumlah yang lebih menonjol adalah Punung, Sangiran, dan Ngandong di Jawa; Cabenge di Sulawesi Selatan; Mengeruda di Flores, serta Gassi Liu dan Sagadat di Timor.
Alat-alat serpih yang ditemukan bersama-sama perkakas masif di lembah Kali Baksoko, Gede, Sunglon, dan Sirikan di dekat Punung merupakan unsur yang paling penting pula dari Budaya Pacitan, terbukti dari kehadiran jenis perkakas ini yang melebihi separuh dari jumlah alat-alat batu yang berhasil ditemukan. Alat-alat serpih dan bilah berukuran kecil dan besar (antara 4-10cm), dan rata meunjukan kerucut pukul yang jelas. Sesuai dengan bentuk-bentuknya, alat-alat tersebut digunakan sebagai penggaruk atau serut, gurdi, penusuk, dan pisau. Sebagian alat serpih dan bilah menunjukan teknik pengerjaan yang telah maju, dengan penyiapan bentuk-bentuk alat secara teliti sebelum dilepaskan dari batu intinya sehingga pada sejumlah alat tampak faset-faset didataran pukulnya.
2.3 FUNGSI ALAT-ALAT CHOPPER CHOPPING-TOOL COMPLEX
Dari semua penemuan yang menghasilkan ribuan alat-alat paleolitikum tersebut, dapat diketahui tentang penggunaannya, alat-alat itu menunjukan bahwa digunakan atau difungsikan untuk berburu, menangkap ikan dan mengumpulkan keladi, ubi-ubian dan juga buah-buahan. Alat-alat tersebut tidak mungkin dipergunakan untuk bercocok tanam, sehingga penghidupan manusia jaman Paleolitikum itu merupakan pengembaraan dari satu tempat ke tempat yang lain.
Fungsi alat-alat chopper chopping-tool complex yang lebih spesikfikasi, antara lain:
a. Kapak perimbas : dipergunkan untuk mencari umbi-umbian atau barang lainnya dengan cara menggali.
b. Kapak penetak : alat ini dipergunakan untuk memotong. Alat ini disisipkan dari segumpal batu yang tajamnya dibentuk liku-liku melalui serpihan yang dilakukan selang-seling pada dua sisi pinggiran.-
c. Kapak genggam : kapak ini dipergunakan dengan cara menggemgam ujung atasnya yang berbentuk runcing.
d. Alat serpih : alat yang dipergunakan untuk memukul karena itu bagian pukulnya lebar dan rata.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Zaman batu tua (Paleolitikum) merupakan masa di mana semua alat-alat yang digunakan berasal dari batu yang masih kasar cara pembuatannya dan juga masa di mana manusia belum mengenal tulisan pada masa lampau yang memiliki dua kebudayaan, yaitu : Kebudayaan Ngandong yang banyak ditemukan alat-alat dari tulang selain alat batu, dan Kebudayaan Pacitan yang banyak ditemukan alat-alat kompleks kapak perimbas (chopper chopping-tool complex) terutama di daerah Punung.
Melihat seluruh penemuan di daerah Punung, dari hasil-hasil penggolongan alat-alat Paleolitik yang telah tercapai, tampaklah bahwa jenis kapak perimbas menduduki tempat utama diantara alat-alat yang masif. Serta juga membutikan bahwa situs Punung merupakan tempat penemuan alat-alat batu terbesar di dunia. Selain kapak perimbas juga banyak ditemukan kapak genggam dan alat-alat serpih.
Dari semua penemuan yang menghasilkan ribuan alat-alat paleolitikum tersebut, dapat diketahui cara penggunaannya, alat-alat itu menunjukan bahwa digunakan untuk berburu, menangkap ikan dan mengumpulkan ubi-ubian dan juga buah-buahan. Alat-alat tersebut tidak mungkin dipergunakan untuk bercocok tanam, sehingga dapat disimpulkan bahwa manusia pada jaman paleolitikum hidup berpindah-pindah atau nomaden.
3.2 SARAN
Karena keterbatasan waktu dan kemampuan penulis, diharapakan kepada pembaca agar memberikan masukan yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR RUJUKAN
Anwarsari. 1995. Sejarah Nasional Indonesia I. Malang: IKIP Malang.
Nurani, Asikin Indah. 1996. Bekala Arkeologi, Teknologi Alat Batu dan Konteksnya Pada Komunitas Gua Gunung Watangan (Hlm. 4-7), Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta.
Soejoeno, R.P. 2010. Sejarah Nasional Indonesia I. Jakarta: Balai Pustaka.
Purnawan Jati, S.S. 2008. Sejarah dan Budaya, Fungsi Artefak Litik Masa Prasejarah (Hlm. 31-40). Malang : UM.
Soetjipto. 1995. Sejarah Kebudayaan Indonesia.Malang: IKIP Malang.
Soekmono, R . 1973. Pengantar Kebudayaan Indonesia 1. Jakarta: Kanisius.
Poesponegoro, Marwati Djoened. 1984. Sejarah Nasional Indonesia I. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Suprapta, Blasius. 1991. Ikhtisar Prasejarah Indonesia (Pendekatan Model Konsepsi Teknologi). Malang: IKIP Malang.




Tidak ada komentar:
Posting Komentar